Download

Searching...
Minggu, 03 Oktober 2010

Menyamakan Ketua Rukun Tetangga dengan Presiden RI?

11.28
Jabatan Ketua RT (bukan Ketua RW, atau Ketua Dusun) dalam sebuah ‘permukiman kampung’ atau ‘perumahan’ , adalah amanah yang paling berat dan kerap dihindari oleh pribadi-pribadi yang terpilih langsung oleh warga yang bermukim di wilayah tugasnya. Biasanya orang yang dipilih akan mencari-cari alasan untuk menolak. Namun bagi yang ‘terpaksa’ menerima akan mengucapkan: “Innalillahi wa inna Illaihi Roji’un”. atau ucapan: “Ini adalah musibah bagi saya”.
Untuk tataran yang lebih ‘megah’, Republik Indonesia memerlukan seorang Presiden untuk memimpin rakyatnya menuju tercapainya tujuan bersama, yaitu: “Tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 45″.  Oleh sebab itu dipilihlah seorang Presiden yang cakap, berwibawa, dan bijaksana untuk mengemban amanah tersebut.
Dalam menjalankan tugasnya Presiden dibantu perangkat pemerintahan dan memperoleh fasilitas yang sangat istimewa.  Semua menganggap hal itu adalah sewajarnya. Mercedez Benz ‘tipe khusus’ yang kacanya anti peluru, istana tempat tinggal, pengawalan berlapis-lapis, dan sederet fasilitas istimewa lainnya bagi Bapak Presiden dan keluarganya.
Bagaimana halnya dengan ‘Presiden’ Rukun Tetangga di Indonesia? Seorang Ketua RT (saya selaku mantan RT), hanya mendapatkan honorarium 100 ribu rupiah/ bulan, dibayarkan sekaligus setelah 3 bulan. Fasilitas lainnya: nihil. Pengawalan: nihil, istana tempat tinggal: nihil, mobil ‘kenegaraan’: nihil. Tugasn seorang Ketua RT terpilih, adalah: Mengurusi pertengkaran antar warga, kematian warga, membangun fasum RT, mengadakan musyawarah rutin, mengadakan kerja bakti, membentuk kepanitiaan Agustusan , dll, sehingga otomatis 24 jam harus siap sedia, setelah pulang kerja, untuk melayani warga.
Bila mengalami peristiwa PILKADA atau PEMILU harus sigap dan teliti mengecek kelengkapan data warganya agar tidak diprotes (berarti harus hapal satu persatu warganya yang telah memiliki hak suara), seperti pengalaman saya saat menghadapi PILKADA, PILEG, dan PILPRES, dengan honorarium: 200 ribu (Pemilu 2009 yang lalu).
Saya pernah membaca artikel yang ditulis oleh sesama mantan Ketua (Presiden) RT di internet, yang berbunyi: “Mungkin untuk menjadi seorang Presiden Republik Indonesia, salah satu syaratnya harus pernah menjadi seorang Ketua RT terlebih dahulu, agar dapat menyelami langsung keadaan warganya (yang jumlahnya kira-kira 40 KK s/d 90 KK - dari penulis), tanpa fasilitas dan keistimewaan apapun”.
Kesimpulan umum: Menjadi seorang Ketua RT resikonya, adalah: Berbuat baik tidak dipuji. Berbuat salah dicaci maki sepanjang jabatan”.
(Mantan Ketua RT di Kabupaten Bogor).

0 komentar:

Posting Komentar